Petikan Dari Pena Minang
“Sesungguhnya
Allah itu Maha Lembut, Dia mencintai kelembutan dalam segala urusan”
-HR.
Bukhari-
Mari
kita kembali ke zaman dahulu kala, kembali pada lembaran sejarah
dunia yang dinodai oleh kekafiran seorang yang bernama Fir’aun.
Ya...Fir'aun, diktator nombor 1 sepanjang sejarah manusia ini
merupakan penguasa sebuah peradaban yang paling maju di dunia saat
itu. Harta, takhta, dan dunia seakan keseluruhan adalah miliknya.
Tetapi sudah menjadi dasar Fir’aun, tidak akan pernah berasa puas.
Dia merasakan tidak cukup cukup hanya menjadi manusia, raja dan
pemerintah sebuah empayar. Sebaliknya dia mahukan yang lebih dari
itu. Satu sifat yang gila kuasa dan obses dengan kekuasaan sehingga
melampaui akal dan batas-batas seorang manusia. Ya... Fir'aun mahukan
dirinya menjadi TUHAN!!!
"Kemudian
(Fir’aun) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi" (An
Naazi’at : 24) [3]
Dengan
segala kekuasaan yang dia miliki, Fir'aun mendaulat dirinya sendiri
sebagai Rabb di alam semesta. Dar tangan Fir’aun, dia telah
mencabut nyawa ribuan atau jutaan manusia serta memaksa mereka untuk
tunduk patuh secara mutlak kepada titah perintahnya. Entah berapa
lama Fir’aun telah merasakan “seronok” menjadi Tuhan hingga
akhirnya Allah utuskan kepada Fir'aun, Nabi yang mulia, Musa yang
juga anak angkat Fir'aun sambil dibantu oleh saudaranya Harun
‘alaihimussalam.
Sekarang,
perhatikanlah bagaimana Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan
Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menghadap Fir’aun demi mematahkan
keangkuhan dan kekafirannya ;
“Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas,
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut” (Taha: 43-44)
[3]
Lihatlah
bagaimana Allah ‘azza wa jalla memerintahkan Nabi-Nya untuk
berdakwah kepada seorang Fir’aun. Bayangkan, seorang Hitler yang
telah membuatkan Eropah berkecamuk dalam perang dunia dan memakan
korban jutaan jiwa pun sudah digambarkan sebagai orang yang paling
bengis di dunia, seorang Stalin yang hanya bertanggung jawab atas
kematian jutaan rakyatnya pun sudah dikategorikan sebagai diktator
kejam, bagaimana pula dengan Fir’aun yang merupakan penguasa
terbesar di zamannya? Yang telah memaksa manusia sujud kepadanya,
yang telah membunuh bayi yang baru keluar dari perut ibunya?
MasyaAllah...lagi super duper zalim!
Akan
tetapi, apakah Allah kemudian menyuruh Nabi Musa dan Harun untuk
berjumpa dan memaki hamun atau memukul kepala Fir'aun dengan tongkat
Musa? Jawapannya TIDAK!!! Allah menyuruh mereka untuk berdakwah,
menyampaikan kebenaran, memberi peringatan hadapan Fir’aun dengan
penuh kelembutan.
Dan
bagaimana mereka harus menyampaikan kebenaran itu? Apakah dengan
pemberontakkan? Apakah dengan sumpah serapah? Apakah dengan cacian
dan makian? Adakah dengan mengangkat sepanduk? Berdemonstrasi?
'Flashmob'? Baring di hadapan istana Fir'aun? Sungguh....tidaklah
mereka diperintahkan berdakwah kecuali dengan cara yang lemah
lembut.
Refleksi
Diri : Bersikap Lemah Lembutlah dalam Berdakwah
Sungguh
menarik apa yang diucapkan oleh Khalifah yang masyhur, Harun Al
Rasyid rahimahullah, ketika didatangi oleh seorang rakyatnya yang
mengkritik beliau dengan tanpa sebarang adab dan akhlak.
Berkata
lelaki yang mahu mengkritik Khalifah Harun Al Rasyid, “Wahai Harun,
aku akan berbicara kepadamu dengan keras, dan aku ingin
menasihatimu!” Kemudian Harun Al Rasyid menjawab,
“Wahai
Fulan, aku tidak mahu mendengar perkataanmu itu. Sebab aku tidak
sejahat dari Fir’aun dan engkau pun tidak lebih baik dan mulia dari
Musa ‘alaihissalam. Padahal Allah ta’ala telah memerintahkan Musa
untuk berkata kepada Fir’aun dengan perkataan yang
lembut”[1]
Inilah
yang seharusnya difikirkan oleh orang-orang yang berdakwah tetapi
sering melampaui batas. Mereka berdakwah kepada saudara-saudara
mereka yang sesama muslim seakan-akan yang didakwahkan itu jauh lebih
buruk daripada orang kafir. Inikah yang disebut dakwah Islamiyyah?
Yang sehingga menyebabkan mata pena dan lidahnya jauh lebih tajam
untuk saudara-saudara sesama agamanya? Padahal si pendakwah tadi
belum tentu dia lebih baik dari yang didakwahkan. Malah yang hendak
berdakwah dengan keras itu sendiri tadi bukanlah manusia yang maksum
dan dijamin selamat dari melakukan kesalahan. Subhanallah.
Lemah
Lembut Kunci Kejayaan Dakwah
"Maka
dengan sebab rahmat (yang melimpah-limpah) dari Allah (kepadamu wahai
Muhammad), engkau telah bersikap lemah-lembut kepada mereka
(sahabat-sahabat dan pengikutmu), dan kalaulah engkau bersikap kasar
lagi keras hati, tentulah mereka lari dari kelilingmu." (Ali
Imran: 159) [3]
Sebagai
rakyat Malaysia, mari kita lihat sejarah bangsa kita sendiri. Islam
masuk ke Malaysia tidak dengan perantara pedang, tidak datang dengan
para penjajah (sebagaimana agama Kristian yang masuk melalui
penjajahan), tetapi Islam datang dengan membawa kedamaian dan
keadilan. Ketika Malaysia menjadi sebuah negara yang memiliki
penduduk majoriti beragama Islam, pelbagai penyimpangan juga yang
berlaku di dalam negara ini. Dari fahaman Liberal, Pluralisme agama,
Khawarij, hatta ke Syiah sudah mula bercambah di dalam
negara.
Sekarang
pertanyaannya, mengapa Islam begitu mudah masuk ke Malaysia? Salah
satu alasan paling penting adalah kerana kelembutan dan akhlak para
pendakwahnya. Dan satu pertanyaan lagi, mengapa pula aliran yang
menyimpang yang malah berkembang di negara ini? Jawapannya kerana
aliran-aliran dan ajaran agama yang menyimpang itu datang dengan
menggunakan cara yang lemah lembut dan akhlak yang baik.
Wahai
saudaraku, tidakkah kita seharusnya malu dengan sikap kita hari ini
yang keras, ganas dan tidak berakhlak. Lebih-lebih lagi bila
berhadapan dengan kaum Muslimin yang melakukan kesilapan? Dan bila
memberikan nasihat dan kritikan, kita melampaui batas bagaikan kita
ini seakan jauh lebih mulia dari Musa dan Harun.
Tidak
malukah kita mengaku melaung-laungkan 'kembali kepada sunnah', 'tidak
ada hukum lain selain dari hukum ALLAH', namun dalam masa yang sama
kita sendiri melanggar hukum ALLAH? Firman Allah;
"Patutkah
kamu menyuruh manusia supaya berbuat kebaikan sedang kamu lupa akan
diri kamu sendiri; padahal kamu semua membaca Kitab Allah, tidakkah
kamu berakal." (Al-Baqarah : 44) [3]
Kita
seharusnya berlemah lembut dalam menyampaikan dakwah sesama muslim.
Bukankah kita yang mengaku mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ
seharusnya
memiliki sifat lemah-lembut ini?
"Nabi
Muhammad ﷺ
ialah
Rasul Allah dan orang- orang yang bersama dengannya bersikap keras
dan tegas terhadap orang-orang kafir yang (memusuhi Islam), dan
sebaliknya bersikap kasih sayang serta belas kasihan sesama sendiri
(umat Islam). (Al Fath : 29) [3]
Contoh
Terbaik
Telah
datang kepada kita begitu banyak kisah-kisah dakwah para Nabi yang
menggambarkan bagaimana lembutnya dakwah mereka. Dan salah satunya,
mari kita semak kisah Nabi kita yang mulia, Rasulullah ﷺ,
Suatu
suatu hari para sahabat sedang berada dalam masjid bersama Rasulullah
ﷺ.
Lalu datanglah seorang Arab badwi yang kemudian berdiri untuk
membuang air kecil di dalam masjid. Para sahabat mengherdiknya namun
Rasulullah ﷺ
bersabda,
“Janganlah kalian melarangnya, biarkanlah dia selesaikan kencingnya
dahulu”. Maka mereka membiarkan orang itu menyelesaikan hajatnya.
Setelah selesai, orang itu dipanggil oleh Rasulullah ﷺ
dan
beliau bersabda, “Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak selayaknya
di dalamnya ada sesuatu dari gangguan dan kotoran. Sesungguhnya
masjid itu hanyalah untuk solat dan membaca Al Qur’an”. Setelah
itu Rasulullah ﷺ
memerintahkan
seseorang untuk mengambil air dan menyiram di tempat kencing Arab
Badwi tadi.
(HR.
Bukhari no. 219)
Hadis
ini mengandungi beberapa pengajaran. Diantaranya ialah keharusan
bersikap berlemah-lembut dengan orang jahil serta mengajarkannya
tentang apa yang menjadi kewajipannya tanpa perlu memberikan denda
kepadanya jika orang itu tidak keras kepala (tidak membangkang).
Apalagi terhadap orang yang kita ingin jinakkan hatinya. Hadis ini
menunjukkan betapa lemah-lembutnya Rasulullah ﷺ
dan
baiknya akhlak baginda.[2]
1. Faedah dari kajian di Masjid Al Istiqamah Taman Yasmin Bogor, 26 Januari 2013, oleh Ustaz Syariful Mahya Lubis hafizhahullah.
2. Contoh Hikmah dalam Berdakwah, disusun oleh Ustaz Abu Abdurrahman Abdullah Zaen. Penerbit: Pustaka Muslim. Yogyakarta.
3. Terjemahan Al-Quran. Pejabat Perdana Menteri. http://www3.pmo.gov.my/WebNotesApp/RqrMainE.nsf/WebQuranBannereng?OpenFrameSet
Baca seterusnya : di sini
No comments :
Post a Comment